Blitar Raya tak henti menunjukkan geliat literasi yang membanggakan. Dalam episode ke-21 Podcast Bakul Kumpo berjudul "Upaya Strategis Komunitas dan OKP Membumikan Literasi di Blitar Raya", sejumlah pegiat literasi berbagi pandangan dan strategi yang digunakan untuk menanamkan budaya baca di tengah masyarakat.
Salah satunya adalah Fahrizal Aziz, aktivis literasi yang aktif dalam berbagai kegiatan literasi kreatif.
Literasi Tak Hanya Soal Buku, Tentang Minat dan Kreativitas
Fahrizal Aziz dalam podcast tersebut menekankan bahwa minat baca adalah titik awal dari semua proses literasi.
Menurutnya, literasi tidak akan berkembang jika masyarakat tidak punya ketertarikan awal terhadap bacaan.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa pendekatan komunitas harus lebih menyentuh aspek psikologis dan emosional pembaca, bukan sekadar mengedukasi.
“Pendekatan dalam komunitas bukan hanya mendorong orang membaca, tapi juga membuat mereka tertarik dengan cerita dan diskusi, supaya literasi jadi sesuatu yang hidup dan menarik,” tuturnya.
Inovasi Melalui Seni dan Budaya Populer
Salah satu bentuk inovasi yang dilakukan komunitas literasi di Blitar adalah menggabungkan kegiatan seni dan hiburan dengan pesan literasi.
Fahrizal menyebut bahwa mereka aktif menggelar acara seperti pentas baca puisi dan stand up comedy yang mengandung riset dan pengamatan sosial.
“Kami melakukan kegiatan seperti pentas baca puisi dan stand up comedy yang sekaligus mengandung riset dan pengamatan,” katanya.
Pendekatan ini membuat literasi lebih cair dan mudah diterima, terutama oleh generasi muda.
Peran Organisasi Keagamaan: Muhammadiyah dan NU
Podcast ini juga menyoroti peran besar organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai lokomotif gerakan literasi di Blitar Raya.
Melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengajian, organisasi-organisasi ini memperkenalkan literasi dari sisi keagamaan dan kebudayaan.
Komunitas literasi lokal juga menjalin kolaborasi lintas OKP dan komunitas dalam kegiatan sosial berbasis literasi, termasuk bedah buku, pelatihan menulis, dan literasi digital.
Tantangan Literasi Sastra dan Sejarah
Dalam diskusi, narasumber menyadari tantangan membaca karya-karya sastra berat seperti tulisan Pramoedya Ananta Toer. Karya semacam ini masih sulit diakses oleh sebagian besar masyarakat karena bahasanya yang berat dan narasinya yang kompleks.
Oleh karena itu, komunitas berupaya memberikan pendekatan kontekstual dan historis yang lebih relevan dengan kondisi saat ini.
Literasi Digital: Antara Peluang dan Tantangan
Perkembangan media digital juga menjadi perhatian dalam podcast tersebut. Menurut Fahrizal, bentuk literasi kini tidak terbatas pada buku cetak.
“Literasi tidak harus selalu dari buku cetak, podcast dan video juga bagian dari literasi yang harus dimanfaatkan,” katanya.
Ia menilai bahwa media digital bisa menjadi jembatan baru bagi generasi muda dalam mengakses dan memahami literasi dalam bentuk yang lebih menarik dan mudah dicerna.
Diskusi dalam Podcast Bakul Kumpo episode 21 memperlihatkan bahwa upaya membumikan literasi di Blitar Raya dilakukan dengan cara yang kreatif, adaptif, dan relevan dengan zaman.
Melalui kolaborasi antara komunitas, OKP, dan organisasi keagamaan, literasi diperkenalkan dalam berbagai bentuk—baik konvensional maupun digital—dengan pendekatan yang lebih inklusif dan interaktif.
Upaya ini patut diapresiasi sebagai bentuk nyata dari pembangunan sumber daya manusia berbasis budaya baca yang kuat di daerah.
🎧 Tonton videonya lengkap di YouTube:
PODCAST BAKUL KUMPO EPS 21 – Upaya Strategis Komunitas dan OKP Membumikan Literasi di Blitar Raya
0 Komentar