Dahulu perpustakaan identik dengan ruangan sunyi berisi rak-rak buku. Kini, bayangan itu perlahan memudar. Di Blitar, perpustakaan telah menjelma menjadi ruang hidup yang penuh aktivitas, bahkan menghadirkan manfaat ekonomi. Dalam podcast Bakul Kumpo Eps 18 berjudul “Perpustakaan Sekarang Bak 'Koperasi'”, pegiat literasi Fahrizal Aziz membeberkan transformasi menarik dunia literasi dan peran vital perpustakaan desa di era sekarang.

Literasi Blitar, Dari Sepi Komunitas ke Gerakan Kolektif

Perjalanan literasi di Blitar tidaklah instan. Tahun 2008, hanya satu komunitas penulis yang terbuka untuk umum, yakni Forum Lingkar Pena (FLP). Namun perlahan, geliat literasi tumbuh. Kini hadir berbagai komunitas baca, sanggar seni, hingga forum sastra yang memperkaya ekosistem literasi di Blitar.

Meski perkembangan ini menggembirakan, Fahrizal menegaskan bahwa Blitar masih memiliki pekerjaan rumah besar dibanding kota-kota literasi seperti Malang atau Yogyakarta. Namun setidaknya, langkah awal yang baik telah ditapaki.

Peran Komunitas dan Pemerintah dalam Mendorong Literasi

Komunitas seperti FLP dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) memainkan peran sentral dalam mendorong minat baca masyarakat. GPMB Blitar sendiri bahkan telah diresmikan langsung oleh Bupati Blitar dan merupakan bagian dari gerakan nasional yang digalakkan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas).

Dukungan dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Perpusnas juga turut memperkuat gerakan literasi, terutama dalam pembangunan dan pengembangan fasilitas perpustakaan desa.

Perpustakaan Desa Dari Sudut Desa ke Pusat Inovasi

Blitar termasuk daerah yang cukup aktif dalam pengelolaan perpustakaan desa. Beberapa di antaranya bahkan telah mendapat penghargaan nasional, seperti gelar Perpustakaan Desa Terbaik se-Indonesia pada tahun 2023.

Meski sebagian perpustakaan desa berada di ujung kampung atau ruang terbatas, semangat inovasi tak pernah surut. Di sinilah kreativitas mengambil peran penting. Tak hanya menyediakan buku bacaan, perpustakaan desa kini menyediakan pelatihan barista, pelatihan masak, hingga produksi batik dan kopi lokal.

Transformasi ini membuat perpustakaan bukan sekadar tempat membaca, melainkan juga pusat kegiatan berbasis inklusi sosial. Bahkan Fahrizal menyebut perpustakaan kini telah berfungsi menyerupai koperasi, karena mampu mendukung ekonomi warga lewat produk-produk yang lahir dari aktivitas literasi.

TBM Siapa Saja Bisa Mendirikan

Fahrizal juga menyoroti pentingnya Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam memperluas akses literasi. Siapa pun bisa mendirikan TBM—baik individu, kelompok pemuda, organisasi, hingga komunitas.

Perpusnas menyediakan fasilitas bantuan buku dan sarana pendukung bagi TBM. Proses pengajuannya pun relatif mudah, cukup dengan mengisi formulir yang tersedia secara daring.

Tantangan Birokrasi dan Minimnya Anggaran

Meski geliat literasi makin terasa, tantangan terbesar datang dari sisi birokrasi dan kebijakan anggaran. Dinas terkait sering kali masih menganggap literasi bukan sebagai prioritas utama, sehingga alokasi dana yang tersedia sangat terbatas.

Fahrizal menilai, perlu keberanian dari pemerintah daerah untuk menjadikan literasi sebagai agenda strategis, bukan sekadar pelengkap program tahunan.

Literasi Sebagai Jalan Pemberdayaan

Apa yang terjadi di Blitar memberi pelajaran penting: bahwa literasi bukan hanya soal membaca buku, tapi soal membangun kesadaran, keterampilan, bahkan membuka peluang ekonomi.

Perpustakaan sebagai ruang publik kini tidak lagi sunyi. Ia bisa menjadi tempat meracik kopi, membatik, berdiskusi, hingga merintis usaha bersama. Inilah bentuk nyata dari literasi berbasis inklusi sosial yang membuka ruang kolaborasi dan pemberdayaan.


***

Transformasi perpustakaan di Blitar, sebagaimana dipaparkan Fahrizal Aziz dalam podcast Bakul Kumpo Eps 18, adalah bukti bahwa literasi bisa menjadi kekuatan ekonomi dan sosial jika dikelola secara kreatif dan kolaboratif.

Dengan dukungan komunitas yang aktif, perpustakaan desa yang adaptif, dan pemerintah yang mau memberi ruang, perpustakaan bukan lagi sekadar ruang buku—melainkan juga ruang harapan, karya, dan kemandirian masyarakat.

🎧 Dengarkan podcast lengkapnya di YouTube:
PERPUSTAKAAN SEKARANG BAK 'KOPERASI'


Tags: literasi Blitar, perpustakaan desa, TBM, GPMB, Fahrizal Aziz, podcast Bakul Kumpo, literasi inklusi sosial, komunitas baca, koperasi literasi