Blitar – Suasana 80 tahun kemerdekaan di Blitar jadi makin hidup dengan digelarnya diskusi publik bertema “80 Tahun Merdeka, Saatnya Merdeka Bicara, Berani Lawan Korupsi”

Acara ini berlangsung Minggu (17/8/2025) di Ruang AVI Gesuri, Perpustakaan Nasional Proklamator Bung Karno. Dari jam 10 pagi sampai lewat tengah hari, ruang itu penuh dengan obrolan serius tapi hangat soal korupsi dan masa depan bangsa.

Diskusi ini terselenggara berkat kolaborasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), MissJune Cultural Center, dan UPT Perpustakaan Bung Karno. 

Nama-nama yang tampil sebagai pembicara juga nggak sembarangan: ada Abdullah Dahlan (peneliti korupsi politik, pernah lama di ICW), M. Ridwan Affan (penyuluh ahli KPK), Juni Rachmawati (pendiri Sekolah Gratis Anak Jalanan lewat Pijar Untuk Negeri Foundation), serta Budi Kastowo (pustakawan Perpustakaan Bung Karno). Diskusinya dipandu oleh Indrawan Gambiro, pustakawan senior di tempat yang sama.

Hadir juga Ahmad Fahrizal Aziz, co-founder Insight Blitar yang sudah lama aktif di dunia literasi. Dia bilang acara ini penting banget buat membuka wawasan generasi muda di tengah ruwetnya persoalan bangsa.

Suara-Suara yang Nendang

Abdullah Dahlan yang pernah lama berkecimpung di ICW buka-bukaan soal betapa “pintarnya” praktik korupsi politik di Indonesia. Dia sempat menyinggung kasus besar macam Setya Novanto sampai SYL. Intinya, korupsi hari ini bukan cuma urusan anggaran bocor, tapi juga sudah main ke jaringan politik, teknologi, bahkan rekayasa aturan.

Sementara itu, Ridwan dari KPK cerita soal bagaimana lembaga antirasuah ini berusaha memberantas korupsi. Dia tekankan kalau nggak bisa hanya mengandalkan KPK, tapi butuh dukungan semua pihak, termasuk masyarakat biasa. “Budaya antikorupsi itu harus ditanamkan sejak kecil, mulai dari keluarga,” ujarnya.

Lain lagi dengan Juni Rachmawati. Dia hadir membawa kisah dari jalanan: pengalaman mendidik anak-anak marginal lewat sekolah gratis yang ia bangun. Juni menegaskan, korupsi itu bikin anak miskin makin sulit dapat akses pendidikan dan hidup layak. “Jadi korupsi itu bukan cuma urusan pejabat, tapi juga menyentuh masa depan anak-anak kita,” katanya penuh empati.

Budi Kastowo menutup daftar pembicara dengan membahas pemikiran Bung Karno soal keadilan sosial. Dia mengingatkan, proklamator pernah bilang bahwa kemerdekaan sejati itu ya terbebas dari segala bentuk penindasan, termasuk korupsi.

Sentuhan Video dan Sastra

Salah satu momen yang bikin suasana agak beda adalah ketika diputar video dokumenter karya June Levesque, pendiri MissJune Cultural Center. Videonya menceritakan perjuangan bisnis kecil melawan gempuran kapitalisme besar. Cerita itu jadi semacam cermin bagaimana ketidakadilan ekonomi global juga bisa terasa sampai level lokal.

Acara makin berwarna dengan penampilan pembacaan puisi dari komunitas Suara Sastra. Kata-kata yang dibacakan bikin suasana jadi lebih emosional. Dari situ terasa banget kalau melawan korupsi nggak cuma soal hukum dan politik, tapi juga perjuangan budaya.

Kemerdekaan Jadi Pengingat

Karena pas bertepatan dengan Hari Proklamasi, nuansa diskusinya terasa lebih spesial. Banyak peserta yang nimbrung dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, bikin suasana makin hidup.

Ahmad Fahrizal Aziz menilai acara kayak gini penting buat bikin publik lebih melek. “Di tengah banjir informasi yang kadang bias, kita perlu forum jernih kayak gini. Korupsi sudah lama jadi penyakit bangsa, jadi perlu terus diingatkan,” kata dia.

Pesan untuk Anak Muda

Inti dari semua obrolan adalah: semua orang punya peran dalam melawan korupsi. Entah dia akademisi, aktivis, pustakawan, seniman, atau masyarakat biasa, semua bisa berkontribusi.

Setelah tiga jam, acara ditutup dengan seruan bersama: jaga integritas, lawan korupsi, dan terus kawal cita-cita kemerdekaan. 

Dari Blitar, kota pusaka Bung Karno, suara perlawanan itu kembali terdengar, mengingatkan kita bahwa merdeka sejati bukan cuma soal bebas dari penjajahan, tapi juga bebas dari korupsi. [Ratih]